Rabu, 29 Oktober 2008

Responbility Or Networking

Assalamu`alaikum wr wb
Ada sebagian yang sering bertanya mengapa tatkala kita melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan tidak pernah melibatkan orang lain justru masih saja diminta pertanggung jawabannya. Pun jika demikian, lantas mengapa hal itu harus dilakukan toh yang menjadi rugi adalah diri kita sendiri. Rusak atau tidak, senang atau tidak, bagus atau tidak, baik atau tidak semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Hal seperti ini sudah sangat sering kita jumpai dalam perbincangan sehari-hari. Bahkan ada yang sampai menjadikannya hujjah sebagai pembenaran atas apa yang dilakukannya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia itu adalah makhluk social yang berinteraksi dengan sesama manusia ataupun alam sekitarnya. Ini, dapat dipelajari dalam pelajaran biology, sociology ataupun kewarganegaraan. Lantas apakah dia tidak bisa berdiri sendiri. Atau mengapa harus bertanggung jawab untuk orang lain baik kita sebagai individu ataupun social.
Ada beberapa teori yang menjelaskan hak ALLAH mempertanyakan tanggung jawab manusia sebagai manusia dimuka bumi. Diantaranya adalah teori Chaos, atau teori kekacauan. Teori ini mengatakan bahwa satu kekacauan akan menghasilkan sebuah kekacauan lainnya. Dan terus akan membentuk sebuah circle yang tidak putus. Dalam dunia teknologi informasi kita mengenal dengan dunia maya dimana didalamnya terdapat jaringan yang lebih dikenal interkoneksi. Hal ini bisa dilihat dari cara search engine mencari sebuah pesan yang kita typing. Dia akan bergerak berdasarkan sebuah sumber pertama, lalu meneruskan ke sumber yang memiliki kesamaan kata dan begitu seterusnya.
Jika pengetikan salah, maka jaringan yang akan dibentukpun akan berbeda lagi dengan jaringan yang sebelumnya. Semakin aneh kita typing kata maka akan semakin aneh jaringan yang terbentuk. Mungkin ini memang sedikit membingungkan. Sebuah contoh sederhana adalah tatkala seorang manager harus mengambil sebuah keputusan antara menambah biaya anggaran pembelajaan atau harus memputus hubungan kerja pegawainya (PHK) maka ini akan menimbulkan efek domino yang bersambung tanpa henti. Andai saja sang manager memilih mem PHK karyawannya berarti dia harus bertanggung jawab atas tindakannya. Bilang saja misalnya karyawannya 100 orang. Dan setiap karyawan memiliki istri dan dua anak. Itu artinya ada 400 mulut yang harus ditanggung kekenyangan perutnya. Andai saja ada yang meninggal? Atau ada yang putus sekolah dan akhirnya jadi berandalan? Atau sang karyawan akhirnya jadi penjahat dengan menjual istrinya? Atau, atau, atau, masih begitu banyak kemungkinan yang akan terjadi. Dan untuk itulah sang manager berhak disidang di hari akhir mengenai tanggung jawabnya.
Atau sederhananya lagi, jika kita makan nasi lalu kita mengubahnya memakan mie atau sesuatu yang bukan berasal dari padi/beras. Andaikata ada beberapa orang seperti kita, maka stock beras dipasaran akan menumpuk. Jika stock menumpuk itu artinya aka nada kelebihan supply yang akan mengakibatkan harga padi/ beras akan turun. Jika harga rendah maka penerimaan petani juga akan rendah sehingga menyebabkan mereka harus berhutang. Karena hutang, mereka harus menggadaikan iman, anak, istri dan keluarganya demi makan esok hari. Ini hanya satu circle kekacauan, bisa dibayangkan jika ada begitu banyak circle yang kita kacaukan secara sengaja atau secara tidak sengaja. Sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung, kita tetap terkoneksi dengan manusia yang lain dan alam.
Ini menarik, jika dihubungkan dengan ayat yang menyatakan bahwa kita adalah sebaik-baiknya umat yang diutus ketengah-tengah manusia untuk menyeru amar makruf nahi mungkar. Maka artinya kita diutus ketengah-tengah circle yang kacau untuk menghalau kekacauan yang lainnya. Bilang saja kita berada ditengah-tengah masalah yang ada, maka tugas kita adalah memperbaikinya. Walaupun hanya berbuat baik kepada diri sendiri. Dan lebih baik lagi tatkala bisa memperbaiki dengan kekuatan dan lisan.
Dan sudah seharusnya seperti itu kita yang beragama islam. Umat terbaik untuk menurunkan circle yang kacau di tengah-tengah manusia. Tapi, sayangnya, jumlah yang memperbaiki dengan yang menimbulkan kekacauan lebih banyak. Itu artinya, kita sebagai umat terbaik ternyata ikut andil untuk merusak keadaan sekitar. Contoh yang sederhana diberikan rasulullah dengan sabdanya bahwa setiap pria bertanggung jawab atas 4 orang wanita disekililingnya. Istri, ibunya, anak perempuannya, dan terakhir adalah saudara perempuannya. Mungkin, dengan maksud seperti ini setiap orang harus bisa berusaha memberikan sebuah kebaikan kepada keadaan yang paling kecil. Atau anggap saja sebuah system multi level marketing yang harus kita bangun secara perhalan sehingga menciptakan sebuah kebaikan.
Jika kita merusak atau memperbaiki kekacauan tersebut, pantaskah kita bertanggung jawab dihadapan Allah di yaumil akhir nantinya? Kita lebih tahu jawabnya.
Wallahu`alam
Wassalamu`alaikum wr wb

Tidak ada komentar: