Rabu, 29 Oktober 2008

Iman Itu Hanya Untuk Pemberani

assalaamu’alaikum wr. wb.

Iman itu artinya percaya, paling tidak itu adalah arti yang paling mudah mengartikan iman itu sendiri. Tapi cukupkah demikian? Ternyata hal ini masih disambung lagi, dimana dikatakan bahwa iman itu adalah menyakini Allah sebagai tuhan dengan mengikrarkannya didalam hati melafaskan dengan lidah dan mengaplikasikannya dengan tindakannya. Jika demikian adanya maka iman itu jika disingkat lagi adalah percaya, lalu mengakui, lalu mengiyakan, lalu melakukan, dan terakhir adalah memberanikan diri untuk melakukannya.

Akhir-akhir ini kita bisa mendapati sebuah ungkapan yang berbunyi, “iman itu bisa naik dan bisa turun” dan kalimat ini pula yang dijadikan hujjah untuk membenarkan kesalahan saat ia khilaf. Sayangnya kita tidak pernah menanyakan bagaimana jika pada saat iman itu lemah lalu ia keluar dari dalam hati kita? Apa yang terjadi? Iman memang bisa naik dan turun tergantung situasi dan kualitas ibadah seseorang. Akan tetapi iman juga bisa keluar dan masuk. Bila ia masuk mungkin adalah sebuah berkah yang tiada taranya. Tapi bagaimana jika ia keluar? Apakah sudah ada jaminan bahwa ia akan kembali lagi. Lantas mengapa kita begitu menikmati titik turunnya iman tersebut.

Belum lagi sebuah fenomena yang sudah diprediksi oleh Allah 14 abad yang lalu. Dimana Allah mengatakan bahwa banyak orang yang hanya mengaku beriman dimulut saja akan tetapi ia adalah munafik alias tukang tipu, alias penakut.

Seharusnya, jika memang kita beriman maka kita menjadi seseorang yang berani. Berani mengatakan sekaligus membuktikan bahwa kita beriman kepada Allah. Bilal bin Rabbah pada saat disiksa dan diminta keluar dari keimanannya dia tidak mengiyakannya. Malah tetap berdiri pada keimanannya. Apapun resiko yang dihadapi ia siap. Dan itulah seharusnya mereka yang beriman. Mungkin, bilang saja bahwa kita memang umat akhir jaman dimana keimanannya naik turun. Akan tetapi benarkah demikian? Atau sebenarnya iman kita saat ini adalah iman yang keluar masuk. Dan mungkin saja lebih banyak yang keluar.

Kita mungkin akan dengan mudah mengiyakan saat ditanya apakah kita mengimani Allah sebagai Tuhan yang ESA. Akan tetapi benarkah kita sudah beriman kepada Allah. Sudah cukup banyak orang yang mengaku tapi apa hasilnya berbanding lurus dengan realita dan sikapnya dalam keseharian. Mengaku Islam mungkin memang mudah. Tapi merusak citra Islam itu jauh lebih mudah. Apalagi jika kita bermental pengecut dan pecundang. Tidak berani mengatakan bahwa “aku beriman kepada Allah” dengan pemaknaan yang sebenarnya. Pemaknaan yang membuat takut Abu Jahal saat harus mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia takut karena harus mengakui bahwa Allah adalah tuhannya. Dia takut kehilangan kedudukannya karena harus duduk bersanding dengan para buruh. Dia juga takut untuk menyerahkan hartanya dijalan Allah nantinya. Mungkin, dia juga takut tidak punya banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya karena harus menyembah Allah sehari lima waktu.

Jika menyatakan beriman kepada Allah telah membuat orang sekaliber Abu Jahal ketakutan, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga takut saat harus memperlihatkan keimanan kita dalam keseharian. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa beriman cukup dengan shalat saja. Cukup dengan memberikan senyuman saja. Cukup dengan sedekah saja. Cukup dengan berhaji saja. Tapi kita lupa bahwa amar makruf nahi mungkar harus kita tegakkan. Kita juga harus menjalankan syariat Islam secara kaffah bukan malah mempertanyakan keabsahannya.

Orang yang beriman seharusnya dia menjadi berani mengatakan bahwa ini adalah perintah Allah dan harus dijalani tanpa pernah mendakwakannya. Tidak pernah ada tawar menawar dalam beriman. Beriman artinya berani menampakkan keislamannya dalam bentuk yang utuh. Menerima orang lain yang sama-sama beriman sebagai saudara. Beriman artinya berani mengenakan jilbab dan menjaga hijab. Beriman juga berarti menjalankan semua perintah Allah lalu mengaplikasikannya dalam setiap saat dan setiap tempat.

Tapi sayang seribu kali sayang, saat kita harus dihadapkan kenyataan ternyata kita lebih berani berdiri disamping mereka yang mengingkari dan mempertanyakan Islam itu sendiri. Yang secara tidak langsung dia mempertanyakan keadaan anda sendiri. Kita cenderung duduk dibelakang meja saat ada yang berteriak minta tolong. Kita malah tertawa saat ada muslimah dihina dan dibuka auratnya. Kita juga malah memaki saudara sendiri saat dia berani mengatakan kenyataan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Dan hebatnya lagi, kita berani mengatakan kepada orang-orang yang berdakwah dijalan Allah adalah orang yang hanya menyebarkan omong kosong. Hebat bukan? Tapi inilah kita. Orang yang mengaku dirinya beriman dan sekaligus mengaku bahwa Islam adalah agamanya.

Jika memang demikian adanya maka bukankah iman itu hanya diperuntukkan kepada yang berani? Berani mengambil keputusan, berani mengambil konsekuensi sebagai muslim, berani berteriak Allahu akbar dan maju kemedan jihad. Berani berbicara dan menyampaikan ilmu yang diketahuinya. Sekali lagi, sepertinya iman itu bukan diperuntukkan kepada kita yang pengecut dan pecundang. Bukan kepada kita yang bermental tempe. Bukan. Karena iman hanya untuk para pemberani. Pemberani yang mengambil langkah berani menuju syurga!!.

Wallahu`alamWassalamu`alaikum wr wb.

2 komentar:

icHa mwUh dcini mengatakan...

bnEr bgt tUcH mbA,,

skRg banyak bgt oRg yang isLamnya cuma di KTP dOAnk...

padahaL sehaRuznya ga kya gTu...

HuFff...
dUnia nEy makin Lama makin RumiT saja...

Arie mengatakan...

ga'usah kaget.itu udh sifat manusia yg menganggap semua serba sepele,yg akhirnya berujung pada penyesalan.coba ini,coba itu,tp tetep aj udh terlambat...........???
intinya banyak2 aj bersyukur....bahwa kita ms d beri waktu utk berbenah..........OK!!!