Jumat, 24 Oktober 2008

Belajar Dari Libya







Belajar dari Libya




Assalamu`alaikum wr wb.




Tak terasa sebentar lagi akan memasuki tahun 2009 dimana artinya akan kembali terjadi sebuah penentuan nasib dan takdir bagi Negara Indonesia. Sudah banyak parpol yang lulus verifikasi dari KPU. Sudah banyak parpol yang menunjukkan keberadaannya ditengah masyarakan. Mencari muka dan sekaligus melebarkan sayap untuk menggapai peruntungan dari suara. Calon-calon sudah mulai diusung secara diam-diam seolah akan mengalami perang hebat. Ya, bisa saja itu adalah perang dari sebuah ideology. Ada yang mengangkat keislaman, nasionalisme, dan tidak sedikit mengangkat hal yang tidak jelas.



Terlepas dari itu semua, kita, sebagai warga Negara Indonesia, rakyatnya, dan sebagai orang yang akan terugikan bila nanti sebuah keputusan kembali bergulir tanpa memihak kepada Negara. Seharusnya bisa sedikit membuka mata selebar-lebarnya. Melihat sebuah contoh yang sudah diberikan allah dijaman sekarang ini. Bukan lagi dari masa lalu, melainkan dari masa yang sedang kita jalani. Mungkin ini semua untuk “menampar” kita yang selalu berkilah dengan mengatakan bahwa contoh masa lalu tidak cocok lagi diterapkan dimasa sekarang. Atau mungkin semua ini untuk mengajarkan kita bahwa masih ada jalan keluar dari setiap masalah yang pelik dari negeri yang memiliki jumlah muslim terbesar dunia. Dan, solusinya adalah islam.



Mungkin ini sudah usang untuk kembali didendangkan dan dilantunkan menjelang PEMILU dan pemilihan pembantu rakyat. Jika kita berpikir demikian maka kitalah yang sebenarnya ketinggalan berita dan menjadi usang ditelan jaman. Kita terlalu berpesimis dengan islam dan keadaan yang berlarut-larut. Dimana bangsa ini selalu tenggelam dalam masalah yang sama. Entah dimana para pemimpin yang berani membuka mata sedikit saja. Melihat sebuah tawaran yang nyata bukan racun yang terbalut rapi dengan madu. Negara yang kaya ini menjadi lahan perebutan kepentingan antara parpol dan tidak ketinggalan parpol yang berlandaskan islam.



Seharusnya, kita bisa melihat beberapa kenyataan manis dari sebuah perjuangan dan mengangkat islam sebagai satu-satunya solusi dari semua permasalahan. Seperti kita ketahui, Negara Turki yang dulunya dikuasai oleh kaum liberalis kini pelan-pelan sudah beralih fungsi. Paling tidak mereka sedikit bisa melepaskan diri dari cengkaraman kedzaliman yang telah merongrong mereka selama lebih 8 dasawarsa. Setelah turki, menyusul dibelakangnya Iran (walaupun keislamanya dipertanyakan) berhasil mengangkat kepalanya untuk melawan kedzaliman dengan berlandaskan al quran. Dan terakhir, saat ini adalah Libya.
Semenjak dilepas dari kekangan embargo ekonomi pada 2003 lalu, Negara di bagian utara afrika ini dengan serta merta menjadi Negara islam yang kaya raya. Dengan tenang Muammar Qadaffi menikmati kelimpahan kekayaan tersebut dengan membantu lascar dakwah seluruh dunia.






Semenjak menjadi kaya Libya tidak lantas melupakan kesusahannya yang telah dialami selama 10 tahun tersebut. Tapi, yang patut digaris bawahi disini adalah dimana pemimpin Libya tidak mau tunduk kepada barat terutama AS. Tidak sekalipun ia menjilat kaki pemimpin barat dan merengek-rengek agar embargo dibebaskan. Mereka percaya bahwa bila mereka meninggikan agama allah maka allah akan meninggikan mereka. Dan sekarang, kita bisa melihat Libya sudah bisa berani mensejajarkan dirinya sebagai Negara yang patut diperhitungkan dalam kancah perekonomian.



Bukankah allah sudah berjanji bahwa dibalik kesulitan akan ada kemudahan. Dan seperti kita ketahui bersama adalah tatkala kesusahan itu mencapai titik puncaknya lalu kita percaya akan pertolongan allah maka kita akan diberikan keleluasaan untuk keluar dari masalah tersebut. Inilah yang menjadi kunci beberapa Negara diatas dapat bertahan tanpa harus menjadi boneka AS. Terutama Libya.Jika ditilik secara SDA Libya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan nusantara ini. Sama-sama memiliki minyak dan gas alam yang saat ini menjadi sebuah komoditi termahal. Belum lagi Indonesia memiliki “emas hitam” yaitu batu bara. Yang seharusnya mengantarkan kita menjadi salah satu Negara asia terkuat setelah jepang, korsel, dan cina. Dari sisi SDM dibandingkan Libya, justru Indonesia lebih unggul dalam beberapa hal. Tapi, ­boro-boro SDMnya dimanfaatkan kejalan yang dibenar malah diajari sebuah kesesatan yang nyata. Kaderisasi menjadi stimulus untuk merusak generasi bangsa dari tahun ketahun kejalan yang salah. Sudah begitu banyak SDM yang tadinya disekolahkan keluar negeri malah menjadi asset






Negara tetangga bukan menjadi pembela bangsa sendiri. Miris!
Entah harus bagaimana lagi menggambarkan sebuah kebobrokan bangsa sebesar Indonesia ini. Yang seharusnya bisa menjadi pemimpin tapi malah menjadi pengecut sekaligus cleaning service Negara AS dan sekutunya. Sudah 63 tahun Negara ini merdeka tapi keadaan bangsa masih berkutat pada hal yang sama dari tahun ketahun. Jika melihat umur bukankah diumur seperti itu Nabi Muhammad akhirnya menyelesaikan risalahnya dengan sempurnanya islam. Lalu mengapa kita yang sudah 63 tahun merdeka belum bisa melihat islam yang sempurna sebagai solusi masalah. Al quran sebagai penuntun dan hadist sebagai penyokong. Begitu pengecutnya kah kita akan kelaparan? Sehingga harus menggadaikan iman? Begitu takutkah kita menjadi miskin sehingga harus menjilat kepada kekafiran sedangkan Allah Maha Kaya? Dimana kemaluan kita sebagai sebuah bangsa. Dimana pemimpin yang berani berteriak lantang bahwa kita sedang dirampok. Dirampok keimanannya.
Wassalamu`alaikum wr wb.

Tidak ada komentar: