Rabu, 29 Oktober 2008

Iman Itu Hanya Untuk Pemberani

assalaamu’alaikum wr. wb.

Iman itu artinya percaya, paling tidak itu adalah arti yang paling mudah mengartikan iman itu sendiri. Tapi cukupkah demikian? Ternyata hal ini masih disambung lagi, dimana dikatakan bahwa iman itu adalah menyakini Allah sebagai tuhan dengan mengikrarkannya didalam hati melafaskan dengan lidah dan mengaplikasikannya dengan tindakannya. Jika demikian adanya maka iman itu jika disingkat lagi adalah percaya, lalu mengakui, lalu mengiyakan, lalu melakukan, dan terakhir adalah memberanikan diri untuk melakukannya.

Akhir-akhir ini kita bisa mendapati sebuah ungkapan yang berbunyi, “iman itu bisa naik dan bisa turun” dan kalimat ini pula yang dijadikan hujjah untuk membenarkan kesalahan saat ia khilaf. Sayangnya kita tidak pernah menanyakan bagaimana jika pada saat iman itu lemah lalu ia keluar dari dalam hati kita? Apa yang terjadi? Iman memang bisa naik dan turun tergantung situasi dan kualitas ibadah seseorang. Akan tetapi iman juga bisa keluar dan masuk. Bila ia masuk mungkin adalah sebuah berkah yang tiada taranya. Tapi bagaimana jika ia keluar? Apakah sudah ada jaminan bahwa ia akan kembali lagi. Lantas mengapa kita begitu menikmati titik turunnya iman tersebut.

Belum lagi sebuah fenomena yang sudah diprediksi oleh Allah 14 abad yang lalu. Dimana Allah mengatakan bahwa banyak orang yang hanya mengaku beriman dimulut saja akan tetapi ia adalah munafik alias tukang tipu, alias penakut.

Seharusnya, jika memang kita beriman maka kita menjadi seseorang yang berani. Berani mengatakan sekaligus membuktikan bahwa kita beriman kepada Allah. Bilal bin Rabbah pada saat disiksa dan diminta keluar dari keimanannya dia tidak mengiyakannya. Malah tetap berdiri pada keimanannya. Apapun resiko yang dihadapi ia siap. Dan itulah seharusnya mereka yang beriman. Mungkin, bilang saja bahwa kita memang umat akhir jaman dimana keimanannya naik turun. Akan tetapi benarkah demikian? Atau sebenarnya iman kita saat ini adalah iman yang keluar masuk. Dan mungkin saja lebih banyak yang keluar.

Kita mungkin akan dengan mudah mengiyakan saat ditanya apakah kita mengimani Allah sebagai Tuhan yang ESA. Akan tetapi benarkah kita sudah beriman kepada Allah. Sudah cukup banyak orang yang mengaku tapi apa hasilnya berbanding lurus dengan realita dan sikapnya dalam keseharian. Mengaku Islam mungkin memang mudah. Tapi merusak citra Islam itu jauh lebih mudah. Apalagi jika kita bermental pengecut dan pecundang. Tidak berani mengatakan bahwa “aku beriman kepada Allah” dengan pemaknaan yang sebenarnya. Pemaknaan yang membuat takut Abu Jahal saat harus mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia takut karena harus mengakui bahwa Allah adalah tuhannya. Dia takut kehilangan kedudukannya karena harus duduk bersanding dengan para buruh. Dia juga takut untuk menyerahkan hartanya dijalan Allah nantinya. Mungkin, dia juga takut tidak punya banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya karena harus menyembah Allah sehari lima waktu.

Jika menyatakan beriman kepada Allah telah membuat orang sekaliber Abu Jahal ketakutan, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga takut saat harus memperlihatkan keimanan kita dalam keseharian. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa beriman cukup dengan shalat saja. Cukup dengan memberikan senyuman saja. Cukup dengan sedekah saja. Cukup dengan berhaji saja. Tapi kita lupa bahwa amar makruf nahi mungkar harus kita tegakkan. Kita juga harus menjalankan syariat Islam secara kaffah bukan malah mempertanyakan keabsahannya.

Orang yang beriman seharusnya dia menjadi berani mengatakan bahwa ini adalah perintah Allah dan harus dijalani tanpa pernah mendakwakannya. Tidak pernah ada tawar menawar dalam beriman. Beriman artinya berani menampakkan keislamannya dalam bentuk yang utuh. Menerima orang lain yang sama-sama beriman sebagai saudara. Beriman artinya berani mengenakan jilbab dan menjaga hijab. Beriman juga berarti menjalankan semua perintah Allah lalu mengaplikasikannya dalam setiap saat dan setiap tempat.

Tapi sayang seribu kali sayang, saat kita harus dihadapkan kenyataan ternyata kita lebih berani berdiri disamping mereka yang mengingkari dan mempertanyakan Islam itu sendiri. Yang secara tidak langsung dia mempertanyakan keadaan anda sendiri. Kita cenderung duduk dibelakang meja saat ada yang berteriak minta tolong. Kita malah tertawa saat ada muslimah dihina dan dibuka auratnya. Kita juga malah memaki saudara sendiri saat dia berani mengatakan kenyataan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Dan hebatnya lagi, kita berani mengatakan kepada orang-orang yang berdakwah dijalan Allah adalah orang yang hanya menyebarkan omong kosong. Hebat bukan? Tapi inilah kita. Orang yang mengaku dirinya beriman dan sekaligus mengaku bahwa Islam adalah agamanya.

Jika memang demikian adanya maka bukankah iman itu hanya diperuntukkan kepada yang berani? Berani mengambil keputusan, berani mengambil konsekuensi sebagai muslim, berani berteriak Allahu akbar dan maju kemedan jihad. Berani berbicara dan menyampaikan ilmu yang diketahuinya. Sekali lagi, sepertinya iman itu bukan diperuntukkan kepada kita yang pengecut dan pecundang. Bukan kepada kita yang bermental tempe. Bukan. Karena iman hanya untuk para pemberani. Pemberani yang mengambil langkah berani menuju syurga!!.

Wallahu`alamWassalamu`alaikum wr wb.

Responbility Or Networking

Assalamu`alaikum wr wb
Ada sebagian yang sering bertanya mengapa tatkala kita melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan tidak pernah melibatkan orang lain justru masih saja diminta pertanggung jawabannya. Pun jika demikian, lantas mengapa hal itu harus dilakukan toh yang menjadi rugi adalah diri kita sendiri. Rusak atau tidak, senang atau tidak, bagus atau tidak, baik atau tidak semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Hal seperti ini sudah sangat sering kita jumpai dalam perbincangan sehari-hari. Bahkan ada yang sampai menjadikannya hujjah sebagai pembenaran atas apa yang dilakukannya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia itu adalah makhluk social yang berinteraksi dengan sesama manusia ataupun alam sekitarnya. Ini, dapat dipelajari dalam pelajaran biology, sociology ataupun kewarganegaraan. Lantas apakah dia tidak bisa berdiri sendiri. Atau mengapa harus bertanggung jawab untuk orang lain baik kita sebagai individu ataupun social.
Ada beberapa teori yang menjelaskan hak ALLAH mempertanyakan tanggung jawab manusia sebagai manusia dimuka bumi. Diantaranya adalah teori Chaos, atau teori kekacauan. Teori ini mengatakan bahwa satu kekacauan akan menghasilkan sebuah kekacauan lainnya. Dan terus akan membentuk sebuah circle yang tidak putus. Dalam dunia teknologi informasi kita mengenal dengan dunia maya dimana didalamnya terdapat jaringan yang lebih dikenal interkoneksi. Hal ini bisa dilihat dari cara search engine mencari sebuah pesan yang kita typing. Dia akan bergerak berdasarkan sebuah sumber pertama, lalu meneruskan ke sumber yang memiliki kesamaan kata dan begitu seterusnya.
Jika pengetikan salah, maka jaringan yang akan dibentukpun akan berbeda lagi dengan jaringan yang sebelumnya. Semakin aneh kita typing kata maka akan semakin aneh jaringan yang terbentuk. Mungkin ini memang sedikit membingungkan. Sebuah contoh sederhana adalah tatkala seorang manager harus mengambil sebuah keputusan antara menambah biaya anggaran pembelajaan atau harus memputus hubungan kerja pegawainya (PHK) maka ini akan menimbulkan efek domino yang bersambung tanpa henti. Andai saja sang manager memilih mem PHK karyawannya berarti dia harus bertanggung jawab atas tindakannya. Bilang saja misalnya karyawannya 100 orang. Dan setiap karyawan memiliki istri dan dua anak. Itu artinya ada 400 mulut yang harus ditanggung kekenyangan perutnya. Andai saja ada yang meninggal? Atau ada yang putus sekolah dan akhirnya jadi berandalan? Atau sang karyawan akhirnya jadi penjahat dengan menjual istrinya? Atau, atau, atau, masih begitu banyak kemungkinan yang akan terjadi. Dan untuk itulah sang manager berhak disidang di hari akhir mengenai tanggung jawabnya.
Atau sederhananya lagi, jika kita makan nasi lalu kita mengubahnya memakan mie atau sesuatu yang bukan berasal dari padi/beras. Andaikata ada beberapa orang seperti kita, maka stock beras dipasaran akan menumpuk. Jika stock menumpuk itu artinya aka nada kelebihan supply yang akan mengakibatkan harga padi/ beras akan turun. Jika harga rendah maka penerimaan petani juga akan rendah sehingga menyebabkan mereka harus berhutang. Karena hutang, mereka harus menggadaikan iman, anak, istri dan keluarganya demi makan esok hari. Ini hanya satu circle kekacauan, bisa dibayangkan jika ada begitu banyak circle yang kita kacaukan secara sengaja atau secara tidak sengaja. Sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung, kita tetap terkoneksi dengan manusia yang lain dan alam.
Ini menarik, jika dihubungkan dengan ayat yang menyatakan bahwa kita adalah sebaik-baiknya umat yang diutus ketengah-tengah manusia untuk menyeru amar makruf nahi mungkar. Maka artinya kita diutus ketengah-tengah circle yang kacau untuk menghalau kekacauan yang lainnya. Bilang saja kita berada ditengah-tengah masalah yang ada, maka tugas kita adalah memperbaikinya. Walaupun hanya berbuat baik kepada diri sendiri. Dan lebih baik lagi tatkala bisa memperbaiki dengan kekuatan dan lisan.
Dan sudah seharusnya seperti itu kita yang beragama islam. Umat terbaik untuk menurunkan circle yang kacau di tengah-tengah manusia. Tapi, sayangnya, jumlah yang memperbaiki dengan yang menimbulkan kekacauan lebih banyak. Itu artinya, kita sebagai umat terbaik ternyata ikut andil untuk merusak keadaan sekitar. Contoh yang sederhana diberikan rasulullah dengan sabdanya bahwa setiap pria bertanggung jawab atas 4 orang wanita disekililingnya. Istri, ibunya, anak perempuannya, dan terakhir adalah saudara perempuannya. Mungkin, dengan maksud seperti ini setiap orang harus bisa berusaha memberikan sebuah kebaikan kepada keadaan yang paling kecil. Atau anggap saja sebuah system multi level marketing yang harus kita bangun secara perhalan sehingga menciptakan sebuah kebaikan.
Jika kita merusak atau memperbaiki kekacauan tersebut, pantaskah kita bertanggung jawab dihadapan Allah di yaumil akhir nantinya? Kita lebih tahu jawabnya.
Wallahu`alam
Wassalamu`alaikum wr wb

Siapa Bilang Ikhlas Itu Sussah???


Assalamu`alaikum wr wb

Ikhlas dalam islam ibaratnya adalah sebuah kunci untuk memasuki sebuah rumah. Tanpa kunci maka kita tidak akan bisa memasuki rumah tersebut. Dipaksa masuk maka kita tak ubahnya seperti maling yang ingin mencuri dan mengancurkan rumah tersebut. Jika islam maka ikhlaslah dalam berislam dan menjalani. Ikhlas juga merupakan sebuah persyaratan mutlak untuk diterimanya sebuah ibadah diterima oleh AllahSWT. Baik itu ibadah ritual maupun ibadah social.
Dalam ibadah ritual misalnya, adalah shalat yang paling sering dipermasalahkan. Kita semua mengetahui bahwa tatkala kita shalat berarti kita akan mencegah perbuatan yang buruk dan menyebarkan perbuatan yang baik. Tapi, realita berkata lain. Dan bukan rahasia umum jika kita mendapati bahwa banyak yang shalat tapi enggan menerima islam secara penuh. Shalat tapi masih malas berhijab. Shalat tapi masih dekat dengan zina serta korupsi. Jawabannya mudah, tatkala shalat hanya sebagai rutinitas yang mengharapkan embel-embel dunia maka shalat itu hanya sampai disitu. Dia tidak akan membentuk karakter yang sesuai dituntun dalam alquran. Dan ikhlas adalah syarat sebuah shalat menjadi sebuah kesempurnaan dalam ibadah.
Ibadah social pun tak jauh berbeda. Hal ini bisa sangat jelas kita dapati dalam keseharian. Begitu banyak orang yang menelanjangi dirinya dengan perbuatan-perbuatan naik yang sebenarnya hanya sebuah kepura-puraan semata. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa jika yang berbicara itu mulut maka yang dengar adalah kuping, dan jika yang berbicara adalah hati maka yang dengar adalah hati. Dengan kata lain, tatkala keikhlasan yang berbicara ataupun bertindak maka dia akan menghasilkan sebuah kebaikan yang nyata. Sudah berapa banyak kita melihat banyak memberikan janji manis tapi sebenarnya adalah sebuah penipuan yang nyata. Harus berapa banyak lagi kita melihat begitu banyaknya orang yang bersembunyi dibalik kemunafikannya. Manis tapi sesungguhnya pahit. Ini semua akan jauh berbeda saat kita mendengar atau melihat orang-orang yang berkata atau bertindak dengan keikhlasan yang nyata.

Jadi permasalahan sekarang adalah paradigma berpikir masyarakat kita sekarang ini mengatakan bahwa ikhlas itu mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Atau, ikhlas itu adalah sebuah kesulitan yang nyata. Lantas jika demikian bagaimana dengan ibadah dan kehidupan kita selama ini. Bukankah keikhlasan itu adalah sebuah kunci untuk sebuah kebaikan dan kebenaran dalam kehidupan.
Paradigma seperti ini sudah sangat menyesatkan masyarakat kita selama ini, terutama umat islam. Sebenarnya, tidak ada yang sulit dalam kehidupan manusia. Karena Allah telah menciptkan manusia sebagai makhluk sempurna sebagai manusia. Jadi dengan kata lain, segala sesuatu itu muncul dan berkembang karena manusia itu mampu menjelaninya. Sayangnya, kita lebih banyak tenggelam dalam keluhan daripada mencari tahu dan jalan keluar dari setiap permasalahan. Dan kebanyakan kita selalu mengatakan bahwa sebenarnya ikhlas itu sulit, sesulit kita mengatakan bahwa kita beriman.
Pada dasarnya ikhlas itu tidaklah sesulit yang dibayangkan. Akan tetapi ikhlas itu akan menjadi sulit tatkala kita yang menakarnya. Dalam artian, tatkala kita mengerjakan sesuatu lalu mengatakan bahwa kita ikhlas mengerjakannya biasanya dalam hati kecil akan ada muncul sebuah desir kecil yang bermain. Bisa jadi, tatkala kita mengatakan bahwa kita ikhlas padahal sebenarnya belum. Walaupun sudah sekuat tenaga kita mengatakan bahwa kita ikhlas. Dalam contoh yang lebih mudah dapat kita dapati tatkala kita jatuh cinta kepada sesuatu hal, dan hal itu akhirnya diambil lagi oleh pemiliknya. Dimulut kita mengatakan bahwa kita ikhlas akan pengambilannya. Tapi hati (baca : perasaan) kita tidak bisa menerimanya begitu saja. Tak jarang kita tenggelam dalam ketakutan berkepanjangan, kegelisahan dan kegundahan tak menentu. Belum lagi dengan tindakan yang secara langsung ataupun tidak akan menunjukkan ketidak ikhlasan kita dalam menerima keadaan.

Ikhlas (menurut saya) adalah sebuah pengorbanan tanpa pamrih dan tanpa balas. Saat kita member maka cukupkan sampai disitu. Luruskan dengan niat karena Allah lalu diam. Sudah. Sebenarnya, secara tidak langsung, Allah telah mengajarkan manusia untuk dapat bisa membiasakan dirinya ikhlas dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai khalifah dimuka bumi. Yaitu dimana setiap pagi sehabis bangun dari tidur kita selalu melakukan sebuah perbuatan yang sangat ikhlas tanpa tanding. Yaitu BUANG HAJAT.
Ya! Seharusnya ikhlas itu seperti kita buang hajat. Setiap kali kita membuat hajat, tak sedikitpun dalam benak kita terpikir untuk menariknya kembali dan memasukannya kedalam perut suatu saat nanti. Alih-alih berpikir demikian kita malah menutup hidup dan menyiramnya cepat-cepat agar tidak meninggalkan sisa. Dan seperti sebuah siklus kehidupan, sesuatu yang ikhlas akan berbuah indah. Maka hajat yang kita buang (secara tidak sadar) dengan ikhlas tersebut berbuah manis bagi orang lain. Yaitu mereka pengusaha pengolahan limbah manusia. Mungkin, andaikata buang hajat tidak ikhlas maka tidak akan ada pabrik pengolahan limbah. Jika tidak ada pabrik pengolahan limbah maka akan banyak orang yang nganggur, anak-anak tidak sekolah, dan yang terpenting adalah tidak sehatnya sebuah siklus kehidupan dimana kotoran seharusnya terurai menjadi sumber energy.

Sekarang, apa kita tidak malu tatkala mengatakan bahwa ikhlas itu sulit atau susah sedangkan setiap pagi semua kita melakukan sebuah perbuatan yang ikhlas. Dan ternyata secara tidak langsung Allah mengajarkan kepada kita untuk berlaku ikhlas. Ini hanya sebuah contoh kecil tapi andaikata terjadi dalam siklus yang lebih besar maka efek yang ditimbulkan juga akan lebih besar dan bermanfaat. Bukankah tatkala kita ikhlas ibadah kita diterima oleh Allah. Dan bukan dengan ikhlas dalam menjalankan islam maka akan timbul sebuah kedamaian didalam hati sehingga kitapun akan menjadi pribadi-pribadi yang bahagia.Apa tidak bisa tatkala kita memberi seperti kita membuang hajat dipagi hari. Disiram cepat-cepat dan tidak mau tahu bagaimana keadaan dari pemberian kita itu. Tidak usah diingat dan diungkit-ungkit lagi. Biarkan saja dia berproses menjadi sesuatu yang berguna nantinya, dan siapa tahu mungkin di yaumil hisab nanti justru hal-hal yang ikhlas itu akan menolong kita dari siksa neraka.


Jadi pertanyaan sekarang, jika sudah diajari bertahun-tahun selama ini mengenai ikhlas, masihkah kita mengatakan bahwa ikhlas itu sulit? Tidak malu? Sedangkan selama tujuh kali seminggu, tiga ratus enam puluh lima kali setahun kita selalu diajari ikhlas setiap pagi. Bukankah itu adalah sebuah kemuliaan tatkala kita bisa ikhlas dalam memimpin dan menjalani hari-hari dibumi allah ini.


Wassalam.

Jumat, 24 Oktober 2008

Belajar Dari Libya







Belajar dari Libya




Assalamu`alaikum wr wb.




Tak terasa sebentar lagi akan memasuki tahun 2009 dimana artinya akan kembali terjadi sebuah penentuan nasib dan takdir bagi Negara Indonesia. Sudah banyak parpol yang lulus verifikasi dari KPU. Sudah banyak parpol yang menunjukkan keberadaannya ditengah masyarakan. Mencari muka dan sekaligus melebarkan sayap untuk menggapai peruntungan dari suara. Calon-calon sudah mulai diusung secara diam-diam seolah akan mengalami perang hebat. Ya, bisa saja itu adalah perang dari sebuah ideology. Ada yang mengangkat keislaman, nasionalisme, dan tidak sedikit mengangkat hal yang tidak jelas.



Terlepas dari itu semua, kita, sebagai warga Negara Indonesia, rakyatnya, dan sebagai orang yang akan terugikan bila nanti sebuah keputusan kembali bergulir tanpa memihak kepada Negara. Seharusnya bisa sedikit membuka mata selebar-lebarnya. Melihat sebuah contoh yang sudah diberikan allah dijaman sekarang ini. Bukan lagi dari masa lalu, melainkan dari masa yang sedang kita jalani. Mungkin ini semua untuk “menampar” kita yang selalu berkilah dengan mengatakan bahwa contoh masa lalu tidak cocok lagi diterapkan dimasa sekarang. Atau mungkin semua ini untuk mengajarkan kita bahwa masih ada jalan keluar dari setiap masalah yang pelik dari negeri yang memiliki jumlah muslim terbesar dunia. Dan, solusinya adalah islam.



Mungkin ini sudah usang untuk kembali didendangkan dan dilantunkan menjelang PEMILU dan pemilihan pembantu rakyat. Jika kita berpikir demikian maka kitalah yang sebenarnya ketinggalan berita dan menjadi usang ditelan jaman. Kita terlalu berpesimis dengan islam dan keadaan yang berlarut-larut. Dimana bangsa ini selalu tenggelam dalam masalah yang sama. Entah dimana para pemimpin yang berani membuka mata sedikit saja. Melihat sebuah tawaran yang nyata bukan racun yang terbalut rapi dengan madu. Negara yang kaya ini menjadi lahan perebutan kepentingan antara parpol dan tidak ketinggalan parpol yang berlandaskan islam.



Seharusnya, kita bisa melihat beberapa kenyataan manis dari sebuah perjuangan dan mengangkat islam sebagai satu-satunya solusi dari semua permasalahan. Seperti kita ketahui, Negara Turki yang dulunya dikuasai oleh kaum liberalis kini pelan-pelan sudah beralih fungsi. Paling tidak mereka sedikit bisa melepaskan diri dari cengkaraman kedzaliman yang telah merongrong mereka selama lebih 8 dasawarsa. Setelah turki, menyusul dibelakangnya Iran (walaupun keislamanya dipertanyakan) berhasil mengangkat kepalanya untuk melawan kedzaliman dengan berlandaskan al quran. Dan terakhir, saat ini adalah Libya.
Semenjak dilepas dari kekangan embargo ekonomi pada 2003 lalu, Negara di bagian utara afrika ini dengan serta merta menjadi Negara islam yang kaya raya. Dengan tenang Muammar Qadaffi menikmati kelimpahan kekayaan tersebut dengan membantu lascar dakwah seluruh dunia.






Semenjak menjadi kaya Libya tidak lantas melupakan kesusahannya yang telah dialami selama 10 tahun tersebut. Tapi, yang patut digaris bawahi disini adalah dimana pemimpin Libya tidak mau tunduk kepada barat terutama AS. Tidak sekalipun ia menjilat kaki pemimpin barat dan merengek-rengek agar embargo dibebaskan. Mereka percaya bahwa bila mereka meninggikan agama allah maka allah akan meninggikan mereka. Dan sekarang, kita bisa melihat Libya sudah bisa berani mensejajarkan dirinya sebagai Negara yang patut diperhitungkan dalam kancah perekonomian.



Bukankah allah sudah berjanji bahwa dibalik kesulitan akan ada kemudahan. Dan seperti kita ketahui bersama adalah tatkala kesusahan itu mencapai titik puncaknya lalu kita percaya akan pertolongan allah maka kita akan diberikan keleluasaan untuk keluar dari masalah tersebut. Inilah yang menjadi kunci beberapa Negara diatas dapat bertahan tanpa harus menjadi boneka AS. Terutama Libya.Jika ditilik secara SDA Libya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan nusantara ini. Sama-sama memiliki minyak dan gas alam yang saat ini menjadi sebuah komoditi termahal. Belum lagi Indonesia memiliki “emas hitam” yaitu batu bara. Yang seharusnya mengantarkan kita menjadi salah satu Negara asia terkuat setelah jepang, korsel, dan cina. Dari sisi SDM dibandingkan Libya, justru Indonesia lebih unggul dalam beberapa hal. Tapi, ­boro-boro SDMnya dimanfaatkan kejalan yang dibenar malah diajari sebuah kesesatan yang nyata. Kaderisasi menjadi stimulus untuk merusak generasi bangsa dari tahun ketahun kejalan yang salah. Sudah begitu banyak SDM yang tadinya disekolahkan keluar negeri malah menjadi asset






Negara tetangga bukan menjadi pembela bangsa sendiri. Miris!
Entah harus bagaimana lagi menggambarkan sebuah kebobrokan bangsa sebesar Indonesia ini. Yang seharusnya bisa menjadi pemimpin tapi malah menjadi pengecut sekaligus cleaning service Negara AS dan sekutunya. Sudah 63 tahun Negara ini merdeka tapi keadaan bangsa masih berkutat pada hal yang sama dari tahun ketahun. Jika melihat umur bukankah diumur seperti itu Nabi Muhammad akhirnya menyelesaikan risalahnya dengan sempurnanya islam. Lalu mengapa kita yang sudah 63 tahun merdeka belum bisa melihat islam yang sempurna sebagai solusi masalah. Al quran sebagai penuntun dan hadist sebagai penyokong. Begitu pengecutnya kah kita akan kelaparan? Sehingga harus menggadaikan iman? Begitu takutkah kita menjadi miskin sehingga harus menjilat kepada kekafiran sedangkan Allah Maha Kaya? Dimana kemaluan kita sebagai sebuah bangsa. Dimana pemimpin yang berani berteriak lantang bahwa kita sedang dirampok. Dirampok keimanannya.
Wassalamu`alaikum wr wb.

RAHASIA HATI




Ketika Tuhan akan menyimpan sebuah rahasia untuk manusia, para Malaikat mengusulkan untuk menyimpannya di puncak gunung, di dasar laut, atau di manapun yang sulit dijangkau. Namun Tuhan berkata tidak. Akhirnya ditentukan, bahwa tempat yang rahasia paling rahasia adalah di: Hati.Di sekeping daging merah inilah manusia menyimpan rahasia ruang dan waktu sepenggal hidupnya. Manusia bisa tersenyum di saat hatinya luka.Menangis di saat hati sedang berbunga.Orang yang berkelana diberi kata hati-hati.Orang yang tidak pernah mau mendengar diberi nama manusia yang berhati batu.Manusia yang degil adalah manusia yang tak punya hati.Sedang yang paling beruntung adalah manusia yang mempunyai kebersihan hati dan kebeningan ini terpancar hingga ke aura wajah yang meneduhkan, di mana manusia lain merasa damai kala di dekatnya, di mana orang-orang ingat Tuhan dengan melihat wajahnya.


Pernahkah pada sebuah keheningan malam, kita mencoba menyelam ke dasar hati, menyelam sedalam-dalamnya? Apakah kita menemukan sesuatu yang mirip dengan duri atau menemukan ada sebuah penjara di sana? Terkadang kita terluka oleh sebuah perlakuan orang yang membuat kita jatuh. Dan kita membiarkan sakit hati ini terus bersemayam, di mana kita tidak merasa nyaman setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut. Ketika kita melihat orang itu tertawa dan gembira, kita malah merasa iri dan berharap semoga dia segera mendapatkan hal yang buruk. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi, kita malah mensyukurinya. Ya, akuilah dengan jujur, kita pernah merasakan dan ini sangat manusiawi. Ibarat perang dingin, inilah yang disebut sebagai dendam terselubung. Memang waktu akan menyembuhkan, tapi berapa lama? Ada pemuda mencintai seorang gadis. Ia benar-benar serius dengan perasaan ini. Ketika ia mengutarakan, ternyata telah ada pemuda yang telah mendahuluinya. Dan akhirnya ia membiarkan gadis itu dipinang oleh pemuda lain. Apakah urusan ini selesai? Sayang, ternyata tidak. Si pemuda masih menyimpan cinta pada wanita yang kini telah menjadi istri orang lain. Malah ia berharap, si wanita segera menjadi janda agar ia bisa memilikinya. Ini sering terjadi. Dan inilah yang dinamakan sebuah penjara. Bila harapan si pemuda tidak terjadi, mungkin waktu juga yang akan menyembuhkan. Tapi, sampai berapa lama? Di saat kita jatuh atau terluka karena orang lain, terkadang susah bagi kita untuk mendamaikan hati.


Jika pikiran kita bisa menerima dengan hitung-hitungan akal, maka hati tidak bisa dikalkulasi. Si lemah hati akan membiarkan hatinya terus terpuruk. Si gelap hati akan mendendam rasa dan tidak pernah memaafkan.. Sedang yang beruntung adalah ketika ia diberi cobaan, ia ridha, ikhlas, dan ia segera berusaha untuk sabar dan merelakan segala sesuatu yang memang tidak seharusnya menjadi miliknya. Lebih jauh, ia tetap masih bisa mensyukuri, bahwa apa pun yang tidak berpihak kepadanya adalah jalan yang terbaik saat itu. Karena boleh jadi, apa yang menurut kita baik ternyata buruk, dan sebaliknya. Yang Maha Merencanakan mengetahui, sedang kita tidak. Hati adalah kita yang memilikinya. Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan.Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah. Kita ingkari nurani.


Hari ini kita senang terhadap sesuatu, boleh jadi esok kita akan sangat menyesal karena kemarin kenapa kita menyukainya.Maha Besar Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati kita.